Kamis, 12 November 2009

Cerpen

Hari yang Dahsyat (antara hidup dan mati)

Suatu hari, saya pernah dalam keadaan sekarat. Yaitu antara hidup dan mati. Nyawa ini rasanya telah ada di genggaman malaikat pencabut nyawa. Saat itu tubuh ini dalam keadaan terbaring, mata terpejam sambil meneteskan air mata, dan kaki ini rasanya mau putus. Saya tidak tahu, apakah ini bermimpi atau tidak. Anehnya lagi, jika ini mimpi kenapa telinga ini masih dapat mendengar suara teman yang ada disamping saya pada saat itu. Dan jika ini bukan mimpi, kenapa pada saat itu saya tidak dapat membuka mata. Saya juga tidak dapat berkata apa- apa. Na’uzubillah Minzalik . . . Allahu ‘alam . . .

Inilah kejadian terdahsyat yang pernah saya alami. Yaitu keadaan dimana tubuh hampir terbujur kaku tak berdaya, sambil merintih kesakitan yang merasuk sangat dalam di hati. Pada saat itu di alam pikiran, terlihat batu besar yang siap menimpa tubuh ini. Semakin ingin menghindar, semakin besar pula batu tersebut. Dan pada saat itu saya merasakan kesakitan yang sangat dahsyat. Setiap kali tubuh ini ingin bergerak, rasa sakit itu pun ikut bergerak mengikuti irama gerak tubuh yang lemah ini. Semakin kuat saya ingin bergerak, maka semakin kuat juga rasa sakit itu menyerang.

Dan akhirnya, tubuh ini tidak dapat berbuat apa- apa lagi. Dan saya seperti orang yang terbujur kaku, yang siap diambil nyawanya oleh malaikat pencabut nyawa. Karena diri ini hanya dapat mendengar, mengeluarkan air mata, dan terdiam.

Pada saat itulah, datang sebuah cahaya yang mengkilau dengan membawa ketenangan dan kedamaian yang menghilangkan rasa gelisah dan pikiran- pikiran kotor yang ada di hati. Dan batu besar yang siap menimpa saya tadi tiba- tiba semakin mengecil, serta rasa sakit yang hilang begitu saja. Entah kenapa, saya pun tidak tahu. Allahu ‘alam . . .

Dan ternyata cahaya itu ingin memberikan kesempatan kepada saya untuk bersabar dalam menghadapi segala cobaan yang saya alami di dunia ini. Saya tidak tahu, apakah cahaya itu malaikat atau bukan. Yang jelas cahaya itu telah memberikan ketenangan pada diri ini, sehingga rasanya seperti bermimpi indah pada saat itu.

Dan tiba- tiba pada saat itu juga, mata ini berhenti mengeluarkan air mata. Dan mulut ini dapat berbicara, walaupun tidak selancar seperti biasanya. Pada saat itulah, saya gunakan kesempatan tersebut untuk membicarakan segala hal yang pernah saya alami di dunia ini kepada teman yang berada tepat disamping saya pada saat itu.

Dan ternyata ada satu hal yang mungkin membuat diri ini dalam keadaan seperti orang yang kerasukan, yaitu pada saat kesabaran hati ini terguncang karena tidak dimaafkan seseorang. Lebih tepatnya dia itu teman dekat, atau bisa dibilang teman seakademi. Saya sangat ingat peristiwa itu, yaitu dimana saya mendapatkan hikmah yang berbunyi “Walaupun kita tidak pernah berbohong, tapi sekali kita berbohong walau itu sedikit ataupun kecil . . . kita bisa menjadi atau dikatakan pembohong besar. Oleh karena itu, usahakanlah untuk berkata jujur walau itu pahit sekalipun. Usahakanlah untuk tidak berbohong walau itu cuma sedikit, walaupun kita berbohong demi kebaikan atau untuk membahagiakan orang lain. Selama masih ada cara untuk jujur, janganlah kita berbohong. Karena berbohong itu merupakan salah satu perbuatan yang tercela dan mempunyai dampak yang sangat besar. Jika kita sudah terlanjur berbohong kepada seseorang, maka segeralah meminta maaf kepadanya sebelum akibatnya menjadi tambah parah atau masalahnya jadi tambah besar.”

Begitulah kira- kira hikmah yang dapat dipetik dari peristiwa tersebut. Dan setelah saya ceritakan peristiwa itu kepada teman saya, tiba- tiba cahaya tersebut mulai menghilang dari hadapan saya. Sebelum cahaya tersebut menghilang, saya sempat menyebutkan nama salah seorang pembimbing diakademi. Atau lebih tepatnya, dia merupakan orang yang memberitahukan kepada diri ini apa- apa tentang agama tauhid ini. Sehingga saya dapat merubah diri ini sedikit demi sedikit. Dari arah keburukan menjadi arah kebaikan, atau dari arah kebaikan manjadi lebih baik lagi. Dan dia juga merupakan orang yang pertama kali menyadarkan diri ini, waktu pertama kali saya masuk akademi. Dan saya juga sering curhat dengan dia pada saat masalah menghampiri diri ini, baik itu masalah kecil maupun masalah besar.

Setelah saya menyebutkan nama pembimbing tersebut, cahaya yang berkilau itu pun menghilang dari hadapan saya. Dan tiba- tiba, setelah cahaya itu menghilang. Spontan, keadaan pun kembali seperti semula. Yaitu keadaan dimana tubuh ini seperti terbujur kaku tak berdaya. Dan tiba- tiba juga, batu yang tadinya mengecil sekarang kembali membesar seperti sedia kala. Begitu juga dengan rasa sakit, yang tadinya menghilang sekarang kembali menyerang dengan dahsyat seperti sedia kalanya. Dan akhirnya saya kembali terbujur kaku tak berdaya, merintih kesakitan yang luar biasa sambil meneteskan air mata lagi, dan tubuh ini hanya dapat mendengar dengan mata terpejam dan mulut terdiam.

Dan akhirnya, setelah mendengar kata terakhir saya tadi. Teman langsung mengambil jawwalun atau hp yang berada di atas meja. Setelah itu, teman saya langsung menelpon seseorang. Tidak lain dan tidak bukan, yang ditelpon teman saya adalah pembimbing yang baru saja disebutkan namanya. Dan menyuruh pembimbing tersebut untuk datang ke tempat saya terbaring sekarang.

Saya tidak tahu, apakah diri ini masih diberikan kesempatan, nafas, serta waktu untuk berjumpa dengan pembimbing di rumah tua ini oleh pencipta alam semesta ini.

Dan alhamdulillah, selang beberapa menit kemudian. Terdengarlah sebuah irama yang menyejukkan hati, atau nada yang menggetarkan jiwa. Yaitu ucapan salam yang baru saja dilepaskan oleh pembimbing yang telah datang. Saya pun langsung menjawabnya di dalam hati dengan penuh ketulusan dan penghayatan yang lebih dalam dari biasanya. Bagitu juga dengan teman yang ada disamping saya pada saat itu langsung menjawab salam pembimbing tadi. Kemudian teman pun langsung menyuruh pembimbing tadi untuk masuk ke kamar tempat saya terbaring dan terbujur kaku ini.

Saat telinga mendengar hentakan kaki pembimbing tadi yang sedang berjalan mendekati diri ini, saya seakan- akan mendengar tiupan sangkakala oleh malaikat isrofil. Dan pembimbing tadi seakan- akan seperti malaikat pencabut nyawa. Astaghfirullah, pikiran ini ternyata sudah mulai kacau pada saat itu. Dan akhirnya pembimbing tadi berada tepat disamping tubuh ini atau dekat dengan teman, karena diri ini hanya bisa mendengar pembicaraan mereka untuk mengetahui keberadaan mereka.

Pembimbing dan teman saya sebenarnya sudah saling kenal satu sama lain, sehingga memudahkan pembicaraan mereka. Pada saat itu, pembimbing tadilah yang memulai pembicaraan. Dengan hati yang tenang, pembimbing langsung menanyakan apa yang terjadi pada saya dan apa yang menyebabkannya. Dengan jujur (tanpa mengurangi maupun menambahkan) teman pun langsung menceritakan kepada pembimbing, apa- apa yang baru saja diucapkan mulut ini.

Dan pada saat itu juga, dipikiran ini. Teman dan pembimbing tersebut seperti malaikat munkar dan nakir yang saling menanyai satu sama lain tentang diri ini. Astaghfirullah, pikiran ini mulai kacau lagi.

Setelah mendengar cerita teman tadi, pembimbing langsung memberi penjelasan, saran, pendapat, serta amanat dengan panjang lebar. Yang intinya “Jika kita punya masalah dengan seseorang, dan kita segera meminta maaf kepadanya. Insya Allah kewajiban kita telah selesai, yaitu kewajiban kita dengan Allah SWT dan kewajiban kita dengan orang yang kita meminta maaf kepadanya. Hanya tinggal kewajiban orang tersebut dengan Allah SWT dan kita sendiri. Jika sampai 3 hari kita tidak saling menyapa satu sama lain dengan orang tersebut, niscaya kita dan orang tersebut tidak akan pernah mencium bau surga baik di dunia maupun di akhirat kelak kecuali Allah SWT menghendaki lain atau kita memohon kepada-Nya. Dan untuk menambalnya adalah dengan cara datang kepada orang tersebut, dan memberikan penjelasan tentang apa akibatnya jika sampai 3 hari kita dengan orang tersebut tidak saling menyapa satu sama lain. Insya Allah, hati orang tersebut akan luluh.” (Allahu ‘alam . . . ^_^)

Dan entah kenapa, pada saat itu ketajaman pendengaran telinga ini mulai berkurang alias menjadi agak samar- samar. Sehingga telinga hanya dapat menagkap hikmah yang tadi. Dan mungkin itu pendengaran terakhir. Dan hati ini merasa ada sepercik harapan atau ketenangan, namun tidak dapat mengubah keadaan yang sekarang ini.

Kemudian setelah itu, terjadi sesuatu yang aneh dan sangat mengerikan. Yaitu tiba- tiba batu yang besar tadi, semakin meningkatkan levelnya menjadi lebih besar lagi. Sehingga tampak besarnya seperti bumi yang hampir bulat, dengan warna merah kekuning- kuningan. Dan jumlahnya semakin lama semakin banyak atau bisa dibilang membelah diri. Yang lebih mengerikan lagi, yaitu setelah jumlahnya tidak terhingga. Tiba- tiba batu yang sangat besar seperti bumi tersebut, langsung meluncur menuju tubuh ini seperti hujan batu dan menghantam diri yang lemah ini. Sehingga saya merasakan kesakitan yang sangat luar biasa, dan tentu saja semakin tubuh banyak bergerak maka rasa sakit itu pun ikut bergerak. Sehingga saya seperti ikan yang sedang dipanggang atau bisa dibilang kerasukan setan pada saat itu. (Allahu ‘alam)

Pada saat itu pula, pembimbing dan teman langsung menghentikan pembicaraan mereka dan segera menahan diri ini yang seperti kerasukan setan. Dan akhirnya saya berpikir sendiri, apakah ini balasan dari Allah SWT kepada tubuh ini karena tidak sabarnya hati dalam menghadapi masalah duniawi ini. Jika itu benar, insya Allah saya akan menerima dan menjalaninya. Dan saya masih bersyukur kepada Allah SWT, karena hanya dibalas atau disiksa oleh Allah SWT di alam mimpi dan bukan di akhirat. Karena kalau di akhirat, pasti lebih mengerikan lagi daripada ini.

Setelah itu, akhirnya kembali mata mungil ini mengeluarkan mutiara bening. Saya menangis dan tersedu sepuasnya, meratapi kelemahan diri ini terhadap cobaan Allah SWT di dunia ini. Lalu, tiba- tiba cahaya mengkilau yang membawa ketenangan dan kedamaian itu muncul kembali dengan cahaya yang lebih terang dari sebelumnya. Dan sepercik harapan dan ketenangan yang ada di hati ini, tiba- tiba meluas dan menghancurkan segala yang mengerikan yang ada di hadapan maupun di dalam diri ini. Termasuklah batu besar dan rasa sakit tersebut. Batu besar itu tiba- tiba hancur setelah mengenai cahaya dari tubuh ini tersebut, dan rasa sakit yang hilang dengan cepat setelah cahaya itu meluas. Dan alhamdulillah pikiran kembali tenang, sehingga pada saat itu seperti bermimpi yang sangat indah yang pernah saya alami walaupun sedikit- sedikit mata masih mengeluarkan mutiara bening.

Apakah ini air mata kebahagiaan atau air mata syukur kepada Allah SWT karena telah memberi kesempatan dan harapan kepada saya untuk memperbaiki segalanya (segala kesalahan dan insya Allah saya berjanji tidak akan melakukan kesalahan yang sama, karena setiap manusia itu tidak luput dari kesalahan yang berguna untuk membangun dirinya sendiri untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya). Dan alhamdulillah pada saat itu juga telinga sudah dapat mendengar dan berbicara lagi, walaupun mata masih tertutup karena mata ini masih berhadapan dengan cahaya yang membawa ketenangan dan kedamaian tadi. Pada saat itu, selain mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT. Tak lupa lisan ini mengucapkan terima kasih kepada pembimbing dan teman saya yang telah bersedia menemani dan membantu dari tadi sampai sekarang ini.

Kemudian, pembimbing pun langsung menjawab ucapan terima kasih saya dan minta izin untuk keluar karena masih ada urusan yang belum di selesaikan di tempat kerjanya di luar sana. Karena diri ini sudah tenang kembali, pembimbing pun langsung mengucapkan salam dan memberikan amanat kepada teman untuk menjaga diri ini. Dan kami berdua pun langsung menjawab salam pembimbing tersebut dengan penuh penghayatan.

Setelah pembimbing beranjak keluar dari kamar/ruangan, tiba- tiba tubuh merasakan kembali kesakitan seperti tadi. Dan tiba- tiba pula, cahaya yang ada di hadapan saya tadi mulai menghilang kembali. Yang ada dipikiran, apakah kejadian yang mengerikan tadi akan kembali menimpa diri ini. Saya pun hanya bisa pasrah kepada Allah yang Maha Mengetahui atas segala sesuatunya.

Setelah cahaya yang mendatangkan ketenangan dan kedamaian tersebut hilang, saya pun heran sekaligus bersyukur kepada Allah SWT. Karena dihadapan tubuh ini tidak lagi batu besar, tetapi cahaya hati yang semakin meluas dan tetap bersinar seperti cahaya-Nya. Dan rasa sakit yang tiba- tiba tadi bukanlah rasa sakit yang mengerikan seperti yang dialami tadi, tetapi itu hanya rasa sakit pada kaki saya bekas kecelakaan kemarin. ^_^ Lalu, tiba- tiba mata ini sudah dapat dibuka seperti sedia kala. Dan saya seperti meninggalkan mimpi yang begitu indah yang pernah dialami (yaitu pada saat cahaya mengkilau yang mendatangkan ketenangan dan kedamaian itu muncul dan cahaya hati yang semakin meluas dan tetap bercahaya).

Dan alangkah indahnya, setelah mata ini terbuka, saya langsung melihat senyuman yang berseri- seri dari teman, dan langsung membalas senyumannya itu dengan penuh ketulusan hati. Senyuman kali ini ternyata lebih indah dari yang pikiran ini bayangkan sebelumnya, karena senyuman kali ini didasari dengan rasa kasih sayang, ketulusan hati, dan ikatan persahabatan yang takkan pernah putus dan tidak dapat diputuskan oleh siapapun kecuali Allah SWT yang menghendaki.

Saat itu, tiba- tiba terdengar panggilan Allah SWT kepada seluruh umat islam untuk melaksanakan kewajibannya kepada Allah SWT. Yaitu suara azan yang sangat dirindukan oleh setiap telinga yang ingin mendengarkan yang berkumandang dari rumah Allah (Mesjid) yang dekat dengan keberadaan kami saat ini.

Setelah itu, saya pun ingin mencoba untuk bangkit dari tempat terbaring sekarang untuk mandi wudhu’. Tetapi, alangkah begitu sulitnya bagi saya untuk berdiri karena keadaan kaki yang masih belum sembuh. Akhirnya tubuh ini pun dibantu oleh teman untuk pergi ke WC/ toilet yang tidak jauh dari tempat kami berdiri.

Kemudian setelah itu, kami pun langsung shalat zuhur berjama’ah dengan saya sebagai imamnya. Karena supaya teman dapat mengimbangi kecepatan shalat sang imam. Lalu, Insya Allah dengan khusuk kami terus bermunajat kepada sang Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang yaitu Allah Azza Wa Jalla. Dan saya sendiri pun memperbanyak do’a pada saat sujud. Karena keadaan yang paling dekat antara seorang hamba dengan Allah SWT adalah pada saat sujud, maka perbanyaklah berdo’a kepada Allah SWT di waktu sujud. Karena di waktu sujud juga, tidak ada penghalang atau pembatas sedikit pun yang menghalangi kita dengan Allah SWT. Sehingga kita secara langsung berhadapan dengan Allah SWT.

Selesai shalat, atau bermunajat kepada Allah SWT, mengucapkan puji dan syukur kepada Allah, memohon pertolongan dan meminta ampunan kepada-Nya, serta meminta petunjuk kepadanya dan lain- lain. Akhirnya, hati nurani saya berkata “Allah SWT sungguh Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena Allah memberikan cobaan kepada seorang hamba-Nya sesuai dengan taraf keimanan dan kemampuannya dan Allah hendak meningkatkan derajatnya. Dan sungguh Allah SWT Maha Pengampun lagi Maha Bijaksana, karena walaupun kita telah banyak berbuat dosa (baik dosa kecil maupun dosa besar). Tapi jika kita benar- benar bertobat dengan tobat yang sebenarnya. Niscaya Allah akan mengampunkan dosa kita tersebut. Dan sungguh Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu, karena dimanapun kita berada. Allah selalu memperhatikan kita, melihat kita, dan membalas semua yang telah kita kerjakan. Jika itu baik, maka Allah akan membalasnya dengan kebaikan pula berupa pahala maupun yang lainnya (ditempatkan di surga). Tetapi, jika itu buruk atau jahat, maka Allah akan membalasnya dengan kejahatan pula berupa siksaan maupun yang lainnya (di tempatkan di neraka).”

Demikianlah, kata hati nurani ini. Dan sekarang diri ini sudah merasa lebih tenang untuk menghadapi masalah di dunia yang bukan untuk dihindari, tetapi untuk di atasi. Dan orang yang mampu mengatasinya adalah orang- orang yang berilmu, memiliki ketenangan hati, dan ketegaran iman yang kuat. Oleh karena itu, setelah ini dan seterusnya saya harus melanjutkan akademi yang masih sangat panjang perjalanannya demi menuntut ilmu dan untuk masa depan yang lebih cemerlang. Dan semoga Allah memberikan rahmat dan hidayah-Nya selalu kepada diri ini dan seluruh umat islam yang sedang atau telah sadar dari racun dunia ini serta semoga jalan yang saya jalani ini di ridhoi-Nya. Amin . . . ^_^

Dikarang oleh : Khairul Firmansyah

Kritik dan Saran : . . . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar